Place 728 x 90 Ad Here

Saturday, March 14, 2009

Satelit Korut Meluncur April

JAKARTA - Korea Utara (Korut) menjadwalkan peluncuran satelit antara 4 hingga 8 April, meski Washington dan Seoul berusaha menghentikannya.

Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) menuduh peluncuran satelit itu hanya dalih untuk menutupi tes rudal jarak jauh Pyongyang, Taepodong-2, yang secara teoritis dapat mencapai Alaska.


"Pyongyang telah menginformasikan pada Organisasi Maritim Internasional (IMO) bahwa mereka akan meluncurkan sebuah roket untuk membawa satelit antara 4 hingga 8 April. IMO saat ini bekerja sama dengan badan keamanan untuk memberi tahu semua negara anggotanya," ujar Do Myung-hwan, pejabat Kementerian Masalah Maritim, Transportasi, dan Darat Korsel.

Menurut Myung-hwan, Korut menyatakan pada IMO bahwa peluncuran itu dilakukan ke arah timur. Lee Adamson, juru bicara IMO yang berkantor pusat di London itu, menyatakan tidak tahu tentang pemberitahuan Korut tersebut.

"Saya akan mencoba mengonfirmasi itu pada sejumlah pejabat lainnya," katanya.

Sebelumnya, Korut menyatakan telah menyediakan segala informasi penting untuk keamanan navigasi pesawat dan kapal laut, sebagai bagian persiapan peluncuran sebuah satelit komunikasi percobaan. Korut menegaskan haknya untuk melakukan riset antariksa demi tujuan damai. Pyongyang memperingatkan, setiap upaya menembak jatuh roket tersebut akan dianggap sebagai deklarasi perang melawan Korut.

Korut juga mengumumkan bahwa pihaknya telah bergabung dengan traktat dan konvensi internasional untuk penggunaan antariksa demi tujuan damai. Menteri Luar Negeri (Menlu) Korsel membenarkan bahwa Pyongyang bulan ini mengirim dokumen pada Menlu Rusia dan ke PBB.

"Korut menyetujui traktat itu untuk menghilangkan hambatan dalam peluncuran saat ini, dan mungkin juga di masa depan, untuk meletakkan sebuah satelit di orbit. Peluncuran rudal akan melanggar Resolusi PBB Nomor 1718," kata Moon Tae-young, juru bicara Kementerian Luar Negeri Korsel. Traktat itu ditandatangani Korut agar tidak mengulang pengalaman sebelumnya. Pada 1998, Korut mendapat kecaman internasional karena tidak menginformasikan ke organisasi internasional terkait tentang peluncuran rudal yang melintasi Jepang menuju Samudera Pasifik. Saat itu Pyongyang juga mengklaim meluncurkan sebuah satelit ke orbit.

Dalam beberapa pekan terakhir, terus dikabarkan proses peluncuran rudal Taepodong- 2 dari pangkalan Korut di pantai timur laut, Musudan-ri. Korut pernah melakukan uji coba rudal Taepodong pada Juli 2006, tapi gagal mencapai sasaran, 40 detik setelah diluncurkan. Meski demikian, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) tetap mengeluarkan sanksi agar Korut menghentikan tes rudal semacam itu. Menurut kantor berita Seoul, Yonhap, rudal tersebut belum selesai dirakit di Musudan- ri, tapi persiapan peluncuran akan selesai dalam dua pekan ke depan.

Sementara itu, parlemen Korut yang baru terpilih, Majelis Rakyat Tertinggi, diperkirakan akan bertemu pada April depan untuk memilih kembali Kim Jong-Il sebagai pemimpin Komisi Pertahanan Nasional (NDC). Sejumlah analis menyatakan saat itu tepat untuk peluncuran satelit. Ketegangan di Semenanjung Korea semakin memanas setelah Pyongyang memerintahkan militernya dalam kondisi siaga tempur dan melarang maskapai Korsel melintas di wilayah udaranya.

Ini merupakan bentuk protes Korut terhadap latihan militer AS-Korsel yang dianggap sebagai persiapan untuk invasi. Kepala intelijen AS Dennis Blair menyatakan, Korut ingin memperlihatkan sedang meluncurkan satelit, tapi teknologi yang digunakan merupakan kedok dari uji coba rudal. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menyatakan, lima negara yang terlibat dalam negosiasi denuklirisasi Korut, menentang peluncuran rudal dalam bentuk apa pun.

"AS, Korsel, China, Jepang, dan Rusia akan merespon peluncuran bentuk apa pun dengan berbagai cara, termasuk DK PBB," tandas Hillary. Kepala negosiator nuklir Rusia Alexei Borodavkin mendesak Korut menghentikan rencana peluncuran itu.

"Peluncuran itu harus dihentikan. Semua tindakan yang dapat merusak keamanan dan stabilitas di Semenanjung Korea harus dicegah," katanya, setelah berunding dengan kepala negosiator Seoul Wi Sung-lac.

(sindo//srn)

No comments:

My Insta